Kamis... 14 Mei 2013
Kegiatan kunjungan perusahaan Akademi Pimpinan Perusahaan kepada Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Biasanya plan visit APP tahun sebelumnya kepabrik makanan, berhubung angkatan 2010 kelas malam temen sekelas ada yang udah kerja di Perurri bagian Humas maka tahun ini kita bisa deh plan visit ngeliat pabrik duit itu...
Sayangnya didalam pabrik kita gaa diperbolehkan untuk melakukan dokumentasi,, sepanjang pabrik yang kita lihat dibalik kaca-kaca itu banyak banget duit belom dipotongin, uang yang masih disortir sama petugasnya bentuknya masih sekertas ukuran kertas koran, tuh uang bertumpuk-tumpuk selesai disortir dipotong-potong dan akhirnya dimasukkin ke kerangkeng-kerangkeng besi. Berikut laporan hasil kegiatan Plan Visit ini :D
Dalam pencetakan uang kertas, peruri menerapkan pengalaman dengan teknologi bersekuriti tinggi mulai dari desain, kertas, tinta maupun proses cetaknya. Fitur yang dikenal luas adalah penggunaan watermark, cetak intaglio, benang pengaman dan tinta sekuriti. Bahan kertas yang digunakan untuk mencetak uang kertas merupakan kertas berbahan katun (seperti bahan pakaian) sehingga uang kertas yang beredar dimasyarakat dapat tahan hingga 15.000 kali lipatan yang diperkirakan memakan waktu sekitar 5 tahun untuk satu lembar uang kertas dapat rusak dan ditarik kembali oleh negara untuk kemudian dihancurkan. Bahan untuk membuat uang kertas sendiri dikirim oleh BI kepada peruri, peruri hanya menyiapkan teknologi untuk mencetak dan sekuriti uang tersebut, begitu juga dengan penomor serian uang kertas sendiri nomor seri uang ditentukan oleh BI. Cara pembuatan uang kertas tersebut melalui beberapa proses, pertama dengan mencetak lempengan tembaga
Walau banyak yang memalsukan uang kertas, namun tetap ketahuan karena ada benang pengaman yang tidak bisa dicetak dengan mesin cetak offset biasa. Pasti, 3 D (dilihat, diterawang dan diraba) tidak muncul dalam mesin cetak biasa. Bagaimana rupanya proses mencetak uang tersebut?.
Kompleks pabriknya seluas 2000 meter persegi terdiri dari tiga lantai sehingga total luas menjadi 6000 meter persegi. Komplek itu diapit oleh dua sungai Cisubah dan Cikirincing. Dua sungai ini juga sebagai sumber air untuk pabrik kertas uang.
Bu Dinna Eny Anna membawa kami ke proses pembuatan uang secara berturut. Tapi kami hanya berada di lantai dua yang dindingnya kaca sehingga bisa melihat setiap ruang dari atas ke bawah. Jadi tidak boleh ada satu pun pengunjung yang bisa masuk ke pabrik, cukup melihatnya dari kaca saja. Pertama-tama di ruang persiapan bahan berupa lembaran kertas uang yang masih putih. Kertas itu diterima utuh dari Bank Indonesia yang sudah terlebih dahulu diberi benang pengaman. BI mengimpor kertas uang dari Amerika Serikat, Spanyol, Italia dan Jerman.
Setelah kertas diterima, Peruri lalu membuat plat maskernya. Jika gambar orang, desainer Peruri mencungkilnya di tembaga menyerupai gambar orang pesanan BI. Pencukilan ini diperlukan untuk cetak intaglio (cetak timbul) yang diraba kasar.
Setelah dimasukkan platnya, kemudian dicetak offset printing di kertas uang dengan mesin cetak simutta yakni cetakan depan dan belakang sekaligus dicetak bersamaan. Baru dicetak lagi ke mesin intaglio (cetak timbul). Mesinnya dilengkapi dengan kamera untuk melihat hasil cetak yang tidak sempurna. Harga 1 unit mesin cetak intaglio mencapai Rp300 miliar lebih. Teknologi canggih mesin cetak ini tidak diragukan lagi sehingga rasanya susah kalau ada yang menirunya.
Mesin cetak offset ada empat unit, sedangkan mesin cetak intaglio, kalau diraba kasar dan biasa untuk gambar-gambar uang sebanyak 14 unit.Hasil cetakan dalam lembaran itu disortir lagi. Jika ada yang rusak parah maka dicoret, namun jika dalam satu lembar hanya sedikit yang rusak, sisa yang baik digunting rapi. “Peruri hanya mencetak sesuai order dari BI. Kalau hasil cetakan rusak pun, semua harus dikembali lagi ke BI dengan total jumlahnya sama sesuai order BI.
Selesai mensortir, lembaran uang itu dipotong-potong dan disortir lagi agar hasilnya benar-benar bagus. Uang itu kemudian dibundel (1 bundel sebanyak 100 lembar), dipak dan terakhir diberikan ke BI. Peruri berusaha keras untuk mencetaknya dengan error minimal. Sebab sesuai ketentuan BI, batas toleransi hasil cetakan yang rusak hanya 2,5-7 persen. Kerusakan hasil cetak tergantung dari tingkat kesulitan dan jumlah uangnya. Disebelah ruang paking, ada lagi ruang pemeriksaan lembar besar. sebagai tempat untuk pemeliharaan cetak intaglio yang rusak dan cacat tadi.
Untuk mencetak uang waktunya bisa lebih cepat. Beda dengan mencetak uang pecahan baru yang membutuhkan dua hari seperti pecahan Rp20.000. Sebelum dicetak, harus berbicara dulu dengan keluarga yang fotonya dimuat di lembaran uang. Tim dari Peruri meneliti terlebih dahulu ke ahli waris pahlawan tersebut, termasuk ke rumah adat di uang sampai diputuskan dalam satu proses hukum yang sah supaya tidak ada gugat menggugat di belakang hari. Sebab pernah ada gugatan terhadap uang bergambar Sultan Baharuddin. Rupanya pelukis gambar Sultan Baharuddin itu yang menuntut, sedangkan ahli warisnya tidak. Rupanya lukisan itu menang lomba dan hasilnya milik pemerintah sehingga pelukis tidak memiliki hak apa-apa lagi.
Untuk mencetak uang pecahan emisi terbaru membutuhkan waktu dua tahun lebih, sedangkan mencetak uang yang ulangan hanya butuh tiga hari saja, Peruri biasanya rata-rata menerima order dari BI mencetak 350 juta bilyet (lembar) uang dan tahun ini Peruri menerima order cetakan 6 miliar bilyet lebih. Selain uang kertas, juga Peruri mencetak uang logam, tahun 2010 menerima order 1,6 miliar keping. Peruri tidak mengetahui berapa nilai nominalnya, melainkan berapa lembar yang dipesan.
Peruri juga menerima order cetakan uang dari negara luar seperti Nepal, Somalia, uang logam Argentina, uang kertas Philipina dan sedang penjajakan uang kertas Mauritius. Juga menerima cetakan perangko dari negara Bhuton. Peruri hanya berfungsi sebagai mencetak, tentu dengan menjaga segala kualitas keamannya.
BI tidak sesuka hati mencetak uang. BI tiap tahun mencetak uang kertas 6 miliar bilyet. Fungsi mencetak uang yakni untuk menjaga kondisi pertumbuhan ekonomi dalam negeri, memenuhi stok uang ke depan dan mengganti uang rusak yang telah dimusnahkan menjadi abu tersebut agar uang penggantinya dapat digunakan kembali sebagai alat tukar yang resmi dalam bertransaksi.